Sepanjang
hela nafas masih ada, maka hidup adalah sebuah “kesempatan” yang bebas
di intrepretasikan dalam kehidupan dengan segala resiko yang mengikutinya.
Hidup pun selalu menawarkan ragam pilihan, dimana setiap orang berhak memilah
dan memilih dengan konsekuensi yang melekat pada setiap pilihan. Dengan
demikian, sesungguhnya seseorang berpeluang menjadi apa saja yang di inginkannya,
sepanjang pada dirinya melekat potensi yang dipersyaratkan atas pilihan yang
diinginkan. Jika tidak, maka bisa dipastikan berujung dengan kekecewaan
berkepanjangan. Oleh karena itu,
bukanlah sesuatu yang mengherankan mendapati
seseorang mengalami penyesalan atas pilihan yang telah dilakukan. Namun
demikian, disisi lain banyak orang
yang ternyata merasa bahagia atas hidupnya dan bersyukur atas pilihan
yang sudah dilakukan di waktu lampau.
Paragraf diatas mengabarkan bahwa menentukan pilihan
menjadi hal penting dan sangat
strategis, sebab berhubungan dengan gambaran akan seperti apa yang akan
dicapai pada masa depan. Untuk itu, lakukan persiapan sedini dan semaksimal
mungkin sebelum menentukan pilihan. Hal ini sebagai upaya terbaik dalam
membentuk masa depan berpengharapan dan
juga menghindari penyesalan dikemudian hari. Memanfaatkan
sebaik mungkin “kesempatan hidup” adalah
tindakan paling bijak.
Demkian
halnya ketika membahas tentang wirausaha, sesungguhnya identik dengan membahas
satu alternatif pilihan diantara pilihan lain yang tersedia. Oleh karena itu, dalam hal “wirausaha”
dimaknai sebagai jalan hidup, maka wirausaha hanya salah satu
alternatif pilihan dimana “bekerja”
adalah pilihan lainnya yang tersedia. Demikian juga ketika “wirausaha” dimaknai
dalam dimensi kepedulian dan pengabdian pada masyarakat atau bangsa, wirusaha
pun adalah salah satu alternatif pilihan. Namun demikian, satu hal yang menjadi
catatan bahwa “memilih” memerlukan keberanian dan kesiapan atas segala
resiko yang mengikutinya.
Sebagai bahan kontemplasi, sebuah pepatah mengatakan
bahwa “kemarin adalah sejarah, hari
ini adalah kenyataan dan esok adalah harapan”. Pepatah ini mengajarkan bahwa tak ada hal yang bisa diubah
tentang hari kemarin, sebab telah
berwujud sejarah yang hanya bisa
dikenang dan atau diambil hikmahnya. Tak ada salahnya pepatah ini dikaitkan
dengan kalimat lain yang mengatakan
bahwa “hari ini harus lebih
baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini”. Ketika kedua
pepatah ini dipersatukan akan membentuk pesan bijak: (i) untuk berbesar jiwa
atas apapun yang telah dan sedang dirasakan dan; (ii) untuk berkontemplasi atas
setiap capaian dan sekaligus merancang perubahan dan; (ii) untuk senantiasa membangun semangat untuk membentuk
capaian-capaian yang lebih.
B.
Mengintip Makna dan Karakter “Wirausaha”
Dalam
pemaknaan bebas, wirausaha itu adalah “upaya mandiri” dalam arti tidak
menggantungkan diri pada orang lain. Pemaknaan ini lah yang mendorong
seorang wirausahawan selalu berupaya menciptakan hal baru atau memanfaatkan
sesuatu untuk tujuan yang
didefenisikannya sendiri. Seorang wirausahawan juga selalu berupaya melakukan
hal-hal baru yang diyakini akan bermanfaat atau bisa menambah nilai sesuatu. Semua
dilakukan atas dasar kesadaran sendiri, obsesi dan mimpi yang kemudian
menggiringnya pada pergulatan sengit di medan
juang. Dia menciptakan indikator sendiri, dia memulai atau berhenti sesuai kata
hatinya. Tak ada yang bisa menghalangi tekadnya kecuali dirinya sendiri. Hampir
tak ada yang bisa membatasinya, kecuali alam dan peraturan/regulasi. Bahkan
wirausahawan sulit diatur karena kecenderungan suka mengatur. Seorang wirausahawan juga senantiasa
berfikiran positif, optimis dan memiliki keberanian mengambil resiko untuk
membuktikan keyakinannya. Intinya, wirausahawan tak pernah berhenti berupaya
mewujudkan apa yang didefenisikannya sebagai mimpi. Disamping itu, wirausahawan
sering terlihat memiliki karakter unik
dan suka melakukan hal-hal berbeda diluar kebiasaan. Mereka terlatih dalam
ketidakteraturan dan ketidakpastian. Oleh
karena itu, wirausaha kurang cocok bagi orang-orang yang mencintai
kenyamanan, keteraturan, kepastian, takut mengambil resiko.
Lakukanlah
perenungan mendalam untuk mendapati satu keyakinan bahwa adakah anda memiliki
sikap dan sifat seorang wirausahawan??
C.
Semua Berpeluang Menjadi Wirausaha
Dalam faham
mayarakat, wirausahawan selalu dikaitkan dengan bisnis, putaran uang dan
keuntungan. Sebagai informasi saja, dalam
perkembangan terkini, istilah wirausaha mulai dimaknai lebih luas lagi yang kesemuanya
bernada sama, yaitu mencerminkan “semangat melakukan sesuatu untuk lebih
bernilai”. Akhir-akhir ini kita pun mengenal istilah tehcnopreneur
(concern
pada pengembangan teknologi), social entrepreneur (focus pada dimesi kebermanfaatan bagi masyarakat), forestpreneur (focus
pada perlindungan hutan). Dengan demikian, tidak berlebihan untuk kemudian
mendefenisikan wirausaha merupakan semangat dan upaya “mempertinggi nilai sesuatu”
yang bermula dari kreativitas atau membaca sesuatu dari sudut berbeda dari
kebanyakan orang. Kalau dalam bahasa marketing, wirausaha itu kreativitas menjadikan
segala potensi diri menjadi marketable (baca: memiliki tingkat penerimaan dan
apresiasi public yang baik).
Sebagai
catatan penting, modal terbesar dan
terpenting dari wirasusaha itu terletak pada “semangat” untuk menciptakan
sesuatu, baik sesuatu yang lebih baik dan menarik bila dibanding dengan yang
sudah ada, maupun sesuatu yang baru dan belum terfikirkan oleh orang lain. Dalam
cara baca ini, maka posisi uang sesungguhnya hanya alat Bantu (just
servant) dan bukan utama.
Oleh karena
itu, siapapun sesungguhnya berpeluang menjadi wirausahawan melalui optimalisasi
potensi diri melalui kreativitas yang membawanya pada titik marketable.
Mungkin tak berlebihan kalau kemudian menyimpulkan bahwa kewirausahaan
adalah tentang “how to sale your self?”.
D.
Memulai dan Menjalankan Profesi Wirausaha
Semua orang
terlahir dengan talenta (bakat). Kemampuan masing-masing orang dalam mengelola
bakatnya sangat mempengaruhi output
dari bakat itu sendiri. Demikian halnya
ketika seseorang menjadikan wirausaha sebagai profesi, kejelian dalam
memanfaatkan peluang dan atau menciptakan kreativitas, telah membawa mereka
pada pencapaian yang berbeda-beda.
Sekedar bersaran, mulailah wirausaha dengan kata “who/siapa”.
Maksudnya, mulailah dari berfikir siapa focus yang akan dilayani. Setelah menemukan fokus
market (pangsa pasar) yang akan
dilayani, selanjutnya temukan “what/apa” yang dibutuhkan. Pada tahap ini lah akan
ditemukan “usaha apa” yang akan dijalankan. Kalau dalam bahasa lapangan,
ada istilah “jual-lah apa yang dibutuhkan”, sehingga membentuk peluang respon
pangsa pasar atas apa-apa yang ditawarkan. Tahap selanjutnya adalah mengenali calon
pelanggan lebih mendalam
sehingga menginspirasi dalam proses perumusan “how/bagaimana” melakukan
pendekatan efektif dalam membangun
respon positif atas apa yang ditawarkan.
Namun demikian, ada sedikit perbedaan tahapan ketika kreativitas
(temuan) lebih dulu lahir. Dalam situasi ini, diperlukan upaya lebih
keras dalam mensosialisasikan kehadiran gagasan sampai dengan meng-edukasikan
nilai-nilai manfaat ketika temuan tersebut di konsumsi. Hal ini biasanya berlaku pada hal-hal yang bersifat
baru dan masyarakat belum pernah mengetahui atau memanfaatkannya. Untuk itu,
diperlukan kejelian yang lebih dalam memperkenalkan dan mengkampanyekan nya
kepada calon pelanggan (market).
E.
Mendeteksi Sumber Peluang
Insting
selalu menjadi garda terdepan dalam membaca atau menciptakan peluang. Ketajaman
insting membawa seorang wirausahawan ke titik gagasan dan keyakinan untuk
menjadikannya sebagai komoditas dalam berwirausaha. Bicara tentang
gagasan/peluang, berikut ini disampaikan beberapa hal yang sering menjadi muasal
kelahiran sebuah karya:
1.
Instuisi murni.
Ini biasanya di istilahkan “genuine”
sebab gagasan benar-benar sesuatu yang baru dan belum ada yang memikirkan atau
menjalankan sebelumnya. Hal ini biasanya berbentuk temuan-temuan baru yang
melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.
Meningkatkan nilai manfaat dari yang
sudah ada. Dalam jenis ini, ide diinspirasi oleh sesuatu
yang memang sudah ada tetapi kemudian menginspirasi gagasan baru dalam
meningkatkan nilainya. Sebagai contoh, industri kreatif dalam pemanfaatan
sampah untuk menjadi pupuk atau sumber energi terbarukan.
3.
menggunakan konsep 3M (melihat, meniru dan menambahkan). Ini adalah
sumber gagasan yang paling sederhana, dimana dengan membentuk sedikit perbedaan
dari yang sudah ada, ide akan tampil seolah-olah sesuatu yang baru. Sebagai
contoh, ketika melihat bakul mie ayam yang begitu laris disebuah tempat,
kemudian menginspirasi untuk melakukan hal sama dengan menambahkan sedikit
perbedaan, misalnya dalam pola penyajian atau tempat yang lebih refresentatif.
Begitu pentingnya
insting, sehingga perlu diasah terus menerus agar kian hari kian tajam.
F.
Mahasiswa dan Wirausaha
Seperti
dijelaskan pada sub tema “semua
berpeluang menjadi wirausaha”, sesungguhnya mahasiswa sangat berpeluang
mengembangkan kewirausahaan. Kapasitas intelektual dan kemampuan penalaran yang
tinggi, wawasan luas, pola komunikasi
lebih berbobot pada seluruh lapisan masyarakat, hidup di lingkungan
kampus yang secara otomatis selalu terasah, ketersediaan sisa waktu diluar jam
perkuliahan, merupakan faktor-faktor
pendukung yang lebih dari cukup bagi seorang mahasiswa untuk menekuni
kewirausahaan. Persoalannya justru terletak pada kemauan dan keberanian memulainya.
Perlu di
catatt bahwa mahasiswa adalah insan yang sedang menuntut ilmu pengetahuan di kampus,
sehingga pada dirinya melekat tanggungjawab study. Namun demikian, bukan
berarti mahasiswa tidak berpeluang menjebakkan diri dalam dunia wirausaha.
Dalam semangat tinggi untuk menjadi wirausahawan sukses, seorang mahasiswa harus memandang bahwa terjun
menekuni wirausaha sesungguhnya “mengurangi waktu bermain bukan mengurangi
waktu belajar”. Artinya, harus dibangun pembacaan bahwa IP (indeks
Prestasi) Study yang rendah bukanlah
akibat dari menekuni wirausaha, tetapi
kebelummampuan dalam me-manage waktu dan mendistribusikan energi secara efektif.
Sebagai
penghujam ego,
banyak wirausahawan sukses dulunya tidak pernah memiliki kesempatan mengenyam
pendidikan sampai ke perguruan tinggi karena berbagai keterbatasan. Hebatnya
lagi, mereka memiliki karyawan yang pendidikannya sampai sarjana S1 dan bahkan
S2 atau S3. Keteguhan, kesungguhan, keuletan dan ketekunan telah membawa mereka
pada capaian-capaian luar biasa. Mereka tak malu memulainya dari hal sederhana,
kemudian menekuninya dengan penuh kesabaran. Mereka terus belajar dari dinamika
perjalananan keseharian usaha dan menjadikannya sebagai bahan untuk terus
berbenah dan berinovasi. Oleh karena itu, capaian mereka yang luar biasa adalah
sesuatu yang wajar dan bisa dinalar kedatangannya. Oleh karena itu, dari logika
tingkat pendidikan, maka seharusnya mahasiswa berpeluang membentuk capaian yang
lebih baik. Kalau kemudian ternyata tidak, berarti ada sesuatu yang kurang
tepat, sehingga bukanlah sesuatu yang buruk untuk belajar dari mereka yang
sudah lebih dulu berwirausaha dan mencapai kesuksesan.
Kesuksesan
adalah hadiah dari kesabaran dan kesungguhan berproses. Prinsip ini pun berlaku
dalam dunia wirausaha. Dalam tinjauan wirausaha, sesuatu yang besar berawal
dari yang kecil. Hal ini layaknya pohon
tidak berbuah seketika, tetapi melalui proses dan memerlukan waktu. Oleh karena
itu, adalah kemustahilan untuk berharap keberhasilan hadir dalam waktu singkat,
sebab keberhasilan tidak dicapai semudah
membalikkan tangan. Keberhasilan adalah buah semangat, akumulasi keringat dan
perjuangan yang tidak kenal lelah. Keberhasilan hanya hinggap pada mereka yang
memiliki ketangguhan, yang bisa tetep tersenyum, berfikir positf dan optimis
dalam ketiadaan harapan sekalipun. Disinilah keluasan berpandangan, kemampuan
menyemangati diri sendiri di segala keadaan mutlak diperlukan dari diri setiap
wirausahawan. “Tak ada pelaut yang tangguh dari air yang tenang”, itulah
perumpamaan yang tepat dalam menggambarkan semangat juang.
G.
2(dua) Alternatif Orientasi Berwirausaha di Kalangan Mahasiswa
Sebagian
besar mahasiswa masih dalam tanggungan orang tua. Artinya, sebagian besar dari mereka
sesungguhnya tidak bermasalah dengan stabilitas hidup dan berada di zona nyaman
(comfort zone). Dengan demikian,
ketika seorang mahasiswa ingin menekuni wirausaha, sesungguhnya tidak sedang
dalam tekanan dimana harus diperoleh sejumlah hasil untuk mem-back-up
hidupnya. Dengan demikian, seharusnya mahasiswa lebih enjoy (tanpa tekanan)
saat menjebakkan diri ke dalam lingkar wirausaha. Disisi lain, fakta lapangan
sering menunjukkan bahwa ketiadaan tekanan (pressure) justru
melenakan, sementara ragam tekanan (under pressure) justru sering menjadi
pemantik lompatan energi dan kelahiran ragam gagasan. Sebagai mahasiswa yang memiliki kapasitas
intlektual tinggi dan memiliki keampuan adaptasi yang baik, ketika seorang
mahasiswa ingin menekuni wirausaha harus bisa melakukan rekayasa persepsi dan
psikologi dalam dirinya sendiri, sehingga terdorong untuk terus bergerak dan
bergerak serta tak berhenti berupaya dalam mengembangkan gagasan demi
pencapaian sebuah impian.
Sementara
itu, kaitannya dengan orientasi mahasiswa dalam menekuni wirausaha, berikut ini
dijelaskan 2 (dua) alt ernatif yang mungkin menjadi inspirasi :
·
Berorientasi pada hasil.
Pada titik ini, mahasiswa tersebut memasang target untuk memperoleh pendapatan/penghasilan
dari proses yang dia lakukan dan tekuni. Biasanya, ketika mahasiswa tersebut
terlalu asik dengan orientasi pencarian keuntungan, maka menjadi sering lalai
dalam mengembangkan hal-hal lainnya di luar apa yang telah mendatangkan
keuntungan padanya.
·
Berorientasi pada proses..
Pada titik ini, mahasiswa tersebut focus pada pengayaan pengetahuan dan
sekalgus pengalaman melalui belajar dan melakukan ke-pernah-an yang akan membawanya
pada pertumbuhan mental dan keyakinan yang akan menjadi bekal penting dalam
membangun wirausaha sesungguhnya pasca study. Biasanya, mahasiswa yang memilih
orientasi ini memiliki visi jauh dimana perluasan apkan sendiri.kepernahan-kepernahan disadari sebagai tumpukan bekal dan dibaca sebagai proses investasi diri yang
akan di operasionalkan untuk merealisasikan gagasannya pada waktu yang telah
dia rencanakan.
2 (dua)
alternative orientasi tersebut hanyalah
sebagian referensi dalam melakukan pilihan. Namun demikian, hal ini menjadi
penting, sebab orientasi akan
mempengaruhi semangat , pola fikir dan pola tindak dalam proses belajar dan menekuni wirausaha.
H.
Penghujung
Wirausaha
sesungguhnya lebih merupakan proses pengembangan kreativitas-kreativitas yang
akan mempertinggi nilai kebermanfaatan diri, baik bagi diri sendiri dan juga
lingkungan. Dalam cara baca demikian, perolehan laba atau keuntungan
sesungguhnya hanyalah imbas dari ketekunan, kesabaran berproses dan terus
berjuang tanpa kenal lelah, apalagi menyerah.
Demikian
pemikiran sederhana ini di sampaikan, semoga memantik keinginan segenap peserta
untuk segera memulai walau dari langkah kecil sekalipun. Sebagai catatan akhir,
pencapaian tangga ke-10 berawal dari tangga ke-01, oleh karena itu mulailah
atau hanya menjadi imajinasi selamanya. Sukses selalu untuk kita semua dan
semoga wirausaha adalah salah satu jalan mempertinggi nilai dipandangan Sang
Pencipta. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Purwokerto, 15 Juni 2013
Penyusun,
Muhammad Arsad Dalimunte
Yang masih belajar
Korespondensi :
Twitter : @ Muhammad Arsad
0 komentar :
Posting Komentar