Sabtu, 15 Juni 2013

A. Pengantar : Sebentuk Kontemplasi
Sepanjang  hela nafas masih ada, maka hidup adalah sebuah “kesempatan” yang bebas di intrepretasikan dalam kehidupan dengan segala resiko yang mengikutinya. Hidup pun selalu menawarkan ragam pilihan, dimana setiap orang berhak memilah dan memilih dengan konsekuensi yang melekat pada setiap pilihan. Dengan demikian, sesungguhnya seseorang berpeluang menjadi apa saja yang di inginkannya, sepanjang pada dirinya melekat potensi yang dipersyaratkan atas pilihan yang diinginkan. Jika tidak, maka bisa dipastikan berujung dengan kekecewaan berkepanjangan.  Oleh karena itu, bukanlah sesuatu yang mengherankan mendapati  seseorang mengalami penyesalan atas pilihan yang telah dilakukan. Namun demikian,  disisi lain  banyak orang  yang ternyata merasa bahagia atas hidupnya dan bersyukur atas pilihan yang sudah dilakukan di waktu lampau.

Paragraf diatas mengabarkan bahwa menentukan pilihan menjadi hal penting dan sangat strategis, sebab berhubungan dengan gambaran akan seperti apa yang akan dicapai pada masa depan. Untuk itu, lakukan persiapan sedini dan semaksimal mungkin sebelum menentukan pilihan. Hal ini sebagai upaya terbaik dalam membentuk masa depan berpengharapan dan  juga menghindari penyesalan dikemudian hari.  Memanfaatkan sebaik mungkin “kesempatan  hidup” adalah tindakan paling bijak.  

Demkian halnya ketika membahas tentang wirausaha, sesungguhnya identik dengan membahas satu alternatif pilihan diantara pilihan lain yang tersedia.  Oleh karena itu, dalam hal “wirausaha” dimaknai sebagai jalan hidup, maka wirausaha hanya salah satu alternatif pilihan  dimana “bekerja” adalah pilihan lainnya yang tersedia. Demikian juga ketika “wirausaha” dimaknai dalam dimensi kepedulian dan pengabdian pada masyarakat atau bangsa, wirusaha pun adalah salah satu alternatif pilihan. Namun demikian, satu hal yang menjadi catatan bahwa “memilih” memerlukan keberanian dan kesiapan atas segala resiko yang mengikutinya. 

Sebagai bahan kontemplasi, sebuah pepatah mengatakan bahwa “kemarin adalah sejarah, hari ini adalah kenyataan dan esok adalah harapan”. Pepatah ini mengajarkan bahwa tak ada hal yang bisa diubah tentang hari kemarin, sebab  telah berwujud  sejarah yang hanya bisa dikenang dan atau diambil hikmahnya. Tak ada salahnya pepatah ini dikaitkan dengan kalimat lain yang mengatakan  bahwa “hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini”. Ketika kedua pepatah ini dipersatukan akan membentuk pesan bijak: (i) untuk berbesar jiwa atas apapun yang telah dan sedang dirasakan dan; (ii) untuk berkontemplasi atas setiap capaian dan sekaligus merancang perubahan dan; (ii)  untuk senantiasa membangun semangat untuk membentuk capaian-capaian yang lebih.


B. Mengintip Makna dan Karakter “Wirausaha”
Dalam pemaknaan bebas, wirausaha itu adalah “upaya mandiri” dalam arti tidak menggantungkan diri pada orang lain. Pemaknaan ini lah yang mendorong seorang wirausahawan selalu berupaya menciptakan hal baru atau memanfaatkan sesuatu  untuk tujuan yang didefenisikannya sendiri. Seorang wirausahawan juga selalu berupaya melakukan hal-hal baru yang diyakini akan bermanfaat atau  bisa menambah nilai sesuatu. Semua dilakukan atas dasar kesadaran sendiri, obsesi dan mimpi yang kemudian menggiringnya pada pergulatan sengit di medan juang. Dia menciptakan indikator sendiri, dia memulai atau berhenti sesuai kata hatinya. Tak ada yang bisa menghalangi tekadnya kecuali dirinya sendiri. Hampir tak ada yang bisa membatasinya, kecuali alam dan peraturan/regulasi. Bahkan wirausahawan sulit diatur karena kecenderungan suka mengatur.  Seorang wirausahawan juga senantiasa berfikiran positif, optimis dan memiliki keberanian mengambil resiko untuk membuktikan keyakinannya. Intinya, wirausahawan tak pernah berhenti berupaya mewujudkan apa yang didefenisikannya sebagai mimpi. Disamping itu, wirausahawan sering terlihat memiliki  karakter unik dan suka melakukan hal-hal berbeda diluar kebiasaan. Mereka terlatih dalam ketidakteraturan dan ketidakpastian.  Oleh karena itu, wirausaha kurang cocok bagi orang-orang  yang  mencintai kenyamanan, keteraturan, kepastian, takut mengambil resiko.

Lakukanlah perenungan mendalam untuk mendapati satu keyakinan bahwa adakah anda memiliki sikap dan sifat seorang wirausahawan??


C. Semua Berpeluang Menjadi Wirausaha
Dalam faham mayarakat, wirausahawan selalu dikaitkan dengan bisnis, putaran uang dan keuntungan. Sebagai informasi saja,  dalam perkembangan terkini, istilah wirausaha mulai dimaknai lebih luas lagi yang kesemuanya bernada sama, yaitu mencerminkan “semangat melakukan sesuatu untuk lebih bernilai”. Akhir-akhir ini kita pun mengenal istilah tehcnopreneur (concern pada pengembangan teknologi), social entrepreneur (focus pada dimesi kebermanfaatan  bagi masyarakat), forestpreneur (focus pada perlindungan hutan). Dengan demikian, tidak berlebihan untuk kemudian mendefenisikan wirausaha merupakan semangat dan upaya “mempertinggi nilai sesuatu” yang bermula dari kreativitas atau membaca sesuatu dari sudut berbeda dari kebanyakan orang. Kalau dalam bahasa marketing, wirausaha itu kreativitas menjadikan segala potensi diri menjadi marketable (baca: memiliki tingkat penerimaan dan apresiasi public yang baik).

Sebagai catatan penting, modal terbesar dan terpenting dari wirasusaha itu terletak pada “semangat” untuk menciptakan sesuatu, baik sesuatu yang lebih baik dan menarik bila dibanding dengan yang sudah ada, maupun sesuatu yang baru dan belum terfikirkan oleh orang lain. Dalam cara baca ini, maka posisi uang  sesungguhnya hanya alat Bantu (just servant) dan bukan utama.

Oleh karena itu, siapapun sesungguhnya berpeluang menjadi wirausahawan melalui optimalisasi potensi diri melalui kreativitas yang membawanya pada titik marketable. Mungkin tak berlebihan kalau kemudian menyimpulkan bahwa kewirausahaan adalah tentang “how to sale your self?”


D. Memulai dan Menjalankan Profesi Wirausaha
Semua orang terlahir dengan talenta (bakat). Kemampuan masing-masing orang dalam mengelola bakatnya sangat mempengaruhi output dari bakat itu sendiri. Demikian halnya  ketika seseorang menjadikan wirausaha sebagai profesi, kejelian dalam memanfaatkan peluang dan atau menciptakan kreativitas, telah membawa mereka pada pencapaian yang berbeda-beda.

Sekedar bersaran,  mulailah wirausaha dengan kata “who/siapa”. Maksudnya, mulailah dari berfikir siapa focus  yang akan dilayani. Setelah menemukan fokus market  (pangsa pasar) yang akan dilayani, selanjutnya temukan “what/apa”  yang dibutuhkan. Pada tahap ini lah akan ditemukan “usaha apa” yang akan dijalankan. Kalau dalam bahasa lapangan, ada istilah “jual-lah apa yang dibutuhkan”, sehingga membentuk peluang respon pangsa pasar atas apa-apa yang ditawarkan. Tahap selanjutnya adalah mengenali calon pelanggan  lebih mendalam sehingga menginspirasi dalam proses perumusan “how/bagaimana” melakukan pendekatan efektif  dalam membangun respon positif atas apa yang ditawarkan.  Namun demikian, ada sedikit perbedaan tahapan ketika kreativitas (temuan) lebih dulu lahir. Dalam situasi ini, diperlukan upaya lebih keras dalam mensosialisasikan kehadiran gagasan sampai dengan meng-edukasikan nilai-nilai manfaat ketika temuan tersebut di konsumsi.  Hal ini biasanya berlaku pada hal-hal yang bersifat baru dan masyarakat belum pernah mengetahui atau memanfaatkannya. Untuk itu, diperlukan kejelian yang lebih dalam memperkenalkan dan mengkampanyekan nya kepada calon pelanggan (market).


E. Mendeteksi Sumber Peluang
Insting selalu menjadi garda terdepan dalam membaca atau menciptakan peluang. Ketajaman insting membawa seorang wirausahawan ke titik gagasan dan keyakinan untuk menjadikannya sebagai komoditas dalam berwirausaha. Bicara tentang gagasan/peluang, berikut ini disampaikan beberapa hal yang sering menjadi muasal kelahiran sebuah karya:
1.         Instuisi murni. Ini biasanya di istilahkan “genuine” sebab gagasan benar-benar sesuatu yang baru dan belum ada yang memikirkan atau menjalankan sebelumnya. Hal ini biasanya berbentuk temuan-temuan baru yang melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.  
2.       Meningkatkan nilai manfaat dari yang sudah ada. Dalam jenis ini, ide diinspirasi oleh sesuatu yang memang sudah ada tetapi kemudian menginspirasi gagasan baru dalam meningkatkan nilainya. Sebagai contoh, industri kreatif dalam pemanfaatan sampah untuk menjadi pupuk atau sumber energi terbarukan. 
3.       menggunakan konsep 3M  (melihat, meniru dan menambahkan). Ini adalah sumber gagasan yang paling sederhana, dimana dengan membentuk sedikit perbedaan dari yang sudah ada, ide akan tampil seolah-olah sesuatu yang baru. Sebagai contoh, ketika melihat bakul mie ayam yang begitu laris disebuah tempat, kemudian menginspirasi untuk melakukan hal sama dengan menambahkan sedikit perbedaan, misalnya dalam pola penyajian atau tempat yang lebih refresentatif.

Begitu pentingnya insting, sehingga perlu diasah terus menerus agar kian hari kian tajam.


F. Mahasiswa dan Wirausaha
Seperti dijelaskan pada sub tema “semua berpeluang menjadi wirausaha”, sesungguhnya mahasiswa sangat berpeluang mengembangkan kewirausahaan. Kapasitas intelektual dan kemampuan penalaran yang tinggi, wawasan luas, pola komunikasi  lebih berbobot pada seluruh lapisan masyarakat, hidup di lingkungan kampus yang secara otomatis selalu terasah, ketersediaan sisa waktu diluar jam perkuliahan,  merupakan faktor-faktor pendukung yang lebih dari cukup bagi seorang mahasiswa untuk menekuni kewirausahaan. Persoalannya justru terletak pada kemauan dan keberanian memulainya.

Perlu di catatt bahwa mahasiswa adalah insan yang sedang menuntut ilmu pengetahuan di kampus, sehingga pada dirinya melekat tanggungjawab study. Namun demikian, bukan berarti mahasiswa tidak berpeluang menjebakkan diri dalam dunia wirausaha. Dalam semangat tinggi untuk menjadi wirausahawan sukses,  seorang mahasiswa harus memandang bahwa terjun menekuni wirausaha sesungguhnya “mengurangi waktu bermain bukan mengurangi waktu belajar”. Artinya, harus dibangun pembacaan bahwa IP (indeks Prestasi) Study  yang rendah bukanlah akibat dari  menekuni wirausaha, tetapi kebelummampuan dalam me-manage waktu dan mendistribusikan energi secara efektif.

Sebagai penghujam ego, banyak wirausahawan sukses dulunya tidak pernah memiliki kesempatan mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi karena berbagai keterbatasan. Hebatnya lagi, mereka memiliki karyawan yang pendidikannya sampai sarjana S1 dan bahkan S2 atau S3. Keteguhan, kesungguhan, keuletan dan ketekunan telah membawa mereka pada capaian-capaian luar biasa. Mereka tak malu memulainya dari hal sederhana, kemudian menekuninya dengan penuh kesabaran. Mereka terus belajar dari dinamika perjalananan keseharian usaha dan menjadikannya sebagai bahan untuk terus berbenah dan berinovasi. Oleh karena itu, capaian mereka yang luar biasa adalah sesuatu yang wajar dan bisa dinalar kedatangannya. Oleh karena itu, dari logika tingkat pendidikan, maka seharusnya mahasiswa berpeluang membentuk capaian yang lebih baik. Kalau kemudian ternyata tidak, berarti ada sesuatu yang kurang tepat, sehingga bukanlah sesuatu yang buruk untuk belajar dari mereka yang sudah lebih dulu berwirausaha dan mencapai kesuksesan.    

Kesuksesan adalah hadiah dari kesabaran dan kesungguhan berproses. Prinsip ini pun berlaku dalam dunia wirausaha. Dalam tinjauan wirausaha, sesuatu yang besar berawal dari yang kecil. Hal ini  layaknya pohon tidak berbuah seketika, tetapi melalui proses dan memerlukan waktu. Oleh karena itu, adalah kemustahilan untuk berharap keberhasilan hadir dalam waktu singkat, sebab keberhasilan tidak dicapai  semudah membalikkan tangan. Keberhasilan adalah buah semangat, akumulasi keringat dan perjuangan yang tidak kenal lelah. Keberhasilan hanya hinggap pada mereka yang memiliki ketangguhan, yang bisa tetep tersenyum, berfikir positf dan optimis dalam ketiadaan harapan sekalipun. Disinilah keluasan berpandangan, kemampuan menyemangati diri sendiri di segala keadaan mutlak diperlukan dari diri setiap wirausahawan. “Tak ada pelaut yang tangguh dari air yang tenang”, itulah perumpamaan yang tepat dalam menggambarkan semangat juang.




G. 2(dua) Alternatif Orientasi Berwirausaha di Kalangan Mahasiswa
Sebagian besar mahasiswa masih dalam tanggungan orang tua.  Artinya, sebagian besar dari mereka sesungguhnya tidak bermasalah dengan stabilitas hidup dan berada di zona nyaman (comfort zone). Dengan demikian, ketika seorang mahasiswa ingin menekuni wirausaha, sesungguhnya tidak sedang dalam tekanan dimana harus diperoleh sejumlah hasil untuk mem-back-up hidupnya. Dengan demikian, seharusnya mahasiswa lebih enjoy (tanpa tekanan) saat menjebakkan diri ke dalam lingkar wirausaha. Disisi lain, fakta lapangan sering menunjukkan bahwa ketiadaan tekanan (pressure) justru melenakan, sementara ragam tekanan (under pressure) justru sering menjadi pemantik lompatan energi dan kelahiran ragam gagasan.  Sebagai mahasiswa yang memiliki kapasitas intlektual tinggi dan memiliki keampuan adaptasi yang baik, ketika seorang mahasiswa ingin menekuni wirausaha harus bisa melakukan rekayasa persepsi dan psikologi dalam dirinya sendiri, sehingga terdorong untuk terus bergerak dan bergerak serta tak berhenti berupaya dalam mengembangkan gagasan demi pencapaian sebuah impian.

Sementara itu, kaitannya dengan orientasi mahasiswa dalam menekuni wirausaha, berikut ini dijelaskan 2 (dua) alt ernatif yang mungkin menjadi inspirasi :
·         Berorientasi pada hasil. Pada titik ini, mahasiswa tersebut memasang target untuk memperoleh pendapatan/penghasilan dari proses yang dia lakukan dan tekuni. Biasanya, ketika mahasiswa tersebut terlalu asik dengan orientasi pencarian keuntungan, maka menjadi sering lalai dalam mengembangkan hal-hal lainnya di luar apa yang telah mendatangkan keuntungan padanya.
·         Berorientasi pada proses.. Pada titik ini, mahasiswa tersebut focus pada pengayaan pengetahuan dan sekalgus pengalaman melalui belajar dan melakukan ke-pernah-an yang akan membawanya pada pertumbuhan mental dan keyakinan yang akan menjadi bekal penting dalam membangun wirausaha sesungguhnya pasca study. Biasanya, mahasiswa yang memilih orientasi ini memiliki visi jauh  dimana perluasan apkan sendiri.kepernahan-kepernahan  disadari sebagai tumpukan bekal  dan dibaca sebagai proses investasi diri yang akan di operasionalkan untuk merealisasikan gagasannya pada waktu yang telah dia rencanakan.

2 (dua) alternative orientasi tersebut  hanyalah sebagian referensi dalam melakukan pilihan. Namun demikian, hal ini menjadi penting,  sebab orientasi akan mempengaruhi semangat , pola fikir dan pola tindak  dalam proses belajar dan menekuni wirausaha.


H. Penghujung
Wirausaha sesungguhnya lebih merupakan proses pengembangan kreativitas-kreativitas yang akan mempertinggi nilai kebermanfaatan diri, baik bagi diri sendiri dan juga lingkungan. Dalam cara baca demikian, perolehan laba atau keuntungan sesungguhnya hanyalah imbas  dari ketekunan, kesabaran berproses dan terus berjuang tanpa kenal lelah, apalagi menyerah.

Demikian pemikiran sederhana ini di sampaikan, semoga memantik keinginan segenap peserta untuk segera memulai walau dari langkah kecil sekalipun. Sebagai catatan akhir, pencapaian tangga ke-10 berawal dari tangga ke-01, oleh karena itu mulailah atau hanya menjadi imajinasi selamanya. Sukses selalu untuk kita semua dan semoga wirausaha adalah salah satu jalan mempertinggi nilai dipandangan Sang Pencipta. Amin Ya Robbal ‘Alamin.


Purwokerto,  15 Juni 2013
Penyusun,


Muhammad Arsad Dalimunte
Yang masih belajar
Korespondensi :
Email dan fb     : dafarafi@yahoo.co.id
Blog                  : www.arsadcorner.com

Twitter              : @ Muhammad Arsad

0 komentar :

Posting Komentar

BEM FH Unsoed

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Tamu BEM FH Unsoed

Flag Counter

Kategori